Pinang Mekhante Sebagai Syarat Pinang Meminang pada Masyarakat Singkil

"Teka-teki Pinang Mekhante atau Sinago Tali Sebagai Syarat Pinang Meminang pada Masyarakat Singkil"

Oleh: Jaminuddin Djalal
Pegiat Budaya Singkil dan Penulis Esai-esai Kebudayaan dan Fiksi

Pinang Mekhante Sebagai Syarat Pinang Meminang pada Masyarakat Singkil

Singkilisme.com - Dalam hal pinang meminang atau mengido pada masyarakat Singkil dikenal pula istilah Tandek Sintua atau Sidang yaitu membuat sebuah tali penyambung dengan proses dan perlengkapan yang disebut dengan Menukhung Belo atau menaikkan sirih. Yakni keluarga mempelai laki-laki datang kerumah mempelai wanita dengan membawa perlengkapan seperti; Belo mbelen, sumpit mebalut, pepinangan atau cerano dan pinang mekhante atau sinago tali. Dengan membawa utusan seperti; Bapa puhun, anak bayo, bapa membekhu, bapa penguda, pemangku adat, dan pengurus sara’ (janang) atau yang mewakili.

Perlengkapan-perlengkapan itu pula tak boleh satupun yang tinggal. Sebab ia merupakan bagian syarat sahnya dalam prosesi adat pinang meminang masyarakat Kabupaten Aceh Singkil. Dalam hal ini, ada satu benda yang begitu unik, sehingga benda ini menarik perhatian penulis untuk kita bersama-sama mengenal dan mengkajinya lebih lanjut lagi. Benda itu adalah Pinang Mekhante, atau sering disebut juga Sinago Tali.
 
Adalah sebuah prosesi pelengkap upacara adat lamaran masyarakat Singkil. Pinang Mekhante yang berbentuk seperti cincin berkait dengan tanpa sambungan yang diukir sedemikian rupa dari satu biji pinang. Ajaib memang, satu biji pinang dapat dibentuk seperti cincin sebanyak tiga cincin tanpa terpisah antara satu dengan yang lainnya. Sehingga inilah  yang membuat benda tersebut menjadi unik dan istimewa, serta menjadikannya sebagai bagian dari seserahan dari keluarga pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan sebagai antaran dalam adat lamaran masyarakat suku Singkil. Suku Singkil adalah 1 dari 12 suku yang hidup di Provinsi Aceh, Indonesia. Populasi terbesar Suku Singkil berada di Kabupaten Aceh Singkil dan Subulussalam serta sedikitnya di Kabupaten Aceh Tenggara dan pedalaman Kabupaten Aceh Utara.

Menurut para tetua, Pinang Mekhante adalah sebuah simbolisasi do’a bagi keluarga baru yang akan melangsungkan pernikahan. Tiga cincin berkait itu pula memiliki makna yang dalam yakni; lingkar cincin pertama bertanda suami, lingkar kedua sebagai istri dan lingkar ketiga berarti keturunan dari sang pengantin nantinya. Keindahan makna Pinang Mekhante lainnya adalah 3 cincin berkait tersebut berasal dari 1 biji pinang yang memiliki arti bahwa keluarga baru yang akan diikat dalam tali pernikahan itu telah berjodoh sejak awal penciptaannya. Artinya mereka memang telah ditakdirkan oleh Allah SWT hidup bersama.

Ketika saya bertanya pada bapak Hasan Basri Lingga, ia menyebutkan bahwa pinang mekhante atau disebut juga sinago tali adalah sebuah doa serta harapan untuk kedua mempelai yang akan hidup berumah tangga, bertali-tali tak terpisahkan sampai ke anak cucu.

Menariknya lagi adalah bahwa Pinang Mekhante diletakkan dalam  kotak yang istimewa, yang disebut dengan Belo Pepinangen yang berisi alat dan perlengkapan membelo (makan sirih). Masih terang Hasan Basri Lingga menyebutkan; tempatnya di belo pepinangen dibalut dengan kain berwarna kuning, dengan segala macam perlengkapan lainnya seperti beras kuning, emas, dan pinang mekhante tadi. Ketika semuanya sudah lengkap terisi, maka dinamakan pula sebagai Belo Puhun, yang berarti hanya puhun lah yang berhak membuka pepinangen itu, yang kemudian diserahkan kepada inang anak dakha.

Pada saat diletakan di Belo Pepinangen, jumlah pinang mekhante harus ganjil, minimal 3 rangkai. Sebuah pepatah tua menegaskan bahwa, “Jika sudah terbuat 4 harus diganjilkan menjadi 5". Tak diketahui pasti alasannya mengapa demikian, saya juga telah menanyai beberapa orang terkait hal ini, namun tak menemukan alasannya. Akan tetapi kebiasaan bilangan ganjil pada pinang mekhante ini telah ada sejak dulu, sehingga pantas ia disebut tradisi peninggalan leluhur masyarakat Singkil.

Bapak Hasan Basri Lingga sendiri menyebutkan terakhir kalinya membuat pinang mekhante ini pada tahun 1998. Kali ini ia mencobanya lagi untuk putranya yang akan melangsungkan pernikahan. "Alhamdulillah, meski terakhir buat tahun 1998, namun setelah dicoba lagi hari ini, ternyata masih bisa juga". Katanya. Selain itu juga, ia berharap agar pinang mekhante ini terus menjadi warisan budaya yang terus dirawat dan dijaga keberadaanya, jangan sampai hilang ditelan zaman.

Dalam kebiasaannya, sejak dulu kala, pemuda yang hendak melangsungkan pernikahan, mestilah membuat pinang mekhante ini sebagai seserahan kepada gadis yang akan ia pinang menjadi istrinya. Akan tetapi, lamban laun perubahan ini pun telah bergeser, yakni dengan boleh mengupahkannya atau memintai tolong kepada orang-orang yang ahli membuat pinang mekhante ini. Barangkali perubahan yang bergeser ini disebabkan dari kesukaran membuat pinang mekhante itu sendiri. Sebab tak dapat dipungkiri bahwa membuat pinang mekhante ini membutuhkan usaha yang keras, konsentrasi yang tinggi dan tentunya dibarengi dengan kesabaran.

Belum ada Komentar untuk "Pinang Mekhante Sebagai Syarat Pinang Meminang pada Masyarakat Singkil"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel